Sebelum kemana-mana, saya ingin mengingatkan, bahwa apa yang kita pikirkan bisa berbeda dengan yang orang lain pikirkan. Benar salah dan ekspetasi kita terbentuk oleh banyak faktor yang kompleks, namun utamanya adalah pola asuh orang tua, lingkungan, dan pengalaman.
Saya mengamati, banyak sekali cewek dan cowok yang mengutarakan alasannya tidak betah dengan pasangan, bahkan ingin menyelesaikan hubungan.
Si cewek bilang, “cowok saya terlalu posesif, saya dikekang“
Ya kurang lebihnya banyak ungkapan kaya gitu.
Posesif yang ada di dalam benak cewek yang bilang seperti itu belum tentu posesif seperti yang dibayangkan orang lain, bahkan kerap kali cewek bilang posesif tanpa tahu apa itu posesif yang sebenarnya.
Sementara latar belakang cewek berbeda-beda, ekspetasi cewek berbeda-beda. Begitu juga dengan pasangannya.
Kemudian muncul nasehat saya yang sekaligus sebagai pengingat diri sendiri, yaitu:
- Jangan jadikan “aturan dalam hubungan orang lain” menjadi acuan yang harus diterapkan “dalam hubunganmu dengan pasanganmu saat ini”. Why? ya karena karaktermu dan pasanganmu berbeda dengan orang lain dan pasangannya. Termasuk juga tujuannya.
- Jujur sejak awal, apa keinganmu, ekspetasimu terhadap pasangan, dan juga apa kekuranganmu. Berpikir logis, PDKT dalam jangka panjang baru jadian menurut saya lebih baik daripada buru-buru pasang status tapi belum benar-benar saling mengenal dan baru tahu baik buruknya ketika sudah ada dalam status berpasangan.
- Saya sadar, cewek butuh kepastian, tetapi jangan jadi cewek yang terobsesi ketika PDKT, hidupmu sendiri dalam skala yang lebih luas juga gak kalah penting. Memang rumit, makanya “cinta pertama dan selamanya itu jarang terjadi, terlebih di masa sekarang karena (selain mudahnya akses untuk berkomunikasi) umumnya kita baru belajar setelah patah hati”.
- Tahu diri, kekurangan dan kelebihan pribadi. Secara naluri peran cewek yang dibutuhkan itu bukan mendominasi, tetapi mendukung cowok sebagai “calon leadernya” (kalau suami, calon imam).
- Saya kerap kali melihat banyak cewek ketika bermasalah dengan pasangannya memilih mencari validasi dan denial dari postingan-postingan di media sosial. Mungkin si cowok memang salah, maka katakanlah. Jangan gengsi, komunikasi, jujur. Semakin sering kamu melihat postingan galau, semakin melekat perasaan galau itu di pikiranmu.
Sementara si cowok bilang, “aku udah effort banget buat dia, tapi kok dia ngga menghargai aku, dia masih ngerespon cowok lain, dsb“
Cowok itu harus tegas, bukan hanya terhadap orang lain, tetapi juga diri sendiri.
Katakan jika sanggup apa yang membuatmu tidak nyaman, jika terlalu takut menyakiti maka jangan memberikan ekspetasi yang terlalu tinggi.
Definisi menghargai yang ada dalam benak cowok itu bisa kemana-mana yang seringnya berbeda dengan apa yang ada di dalam benak cewek.
Saya tahu, naluri cowok sebagai calon pemimpin keluarga itu berarti terdapat unsur “mengendalikan di dalamnya” yang merupakan bagian dari leadership.
Memang sebagai cowok kita harus bisa menjadi seorang pemimpin, tetapi bukan berarti kita melupakan hak-hak pasangan.
Jangan lupa juga, kalau memimpin berarti juga harus bertanggung jawab. Sementara bertanggung jawab bukan hanya dari sisi materi, melainkan juga batin.
Dalam beberapa kejadian banyak juga cewek gak betah bukan karena cowok gak mampu memenuhi kebutuhan materilnya, melainkan juga kesenangan batinnya.
Makanya ada nasehat yang lain juga dari saya:
- Sebagai calon pemimpin dalam keluarga, cowok wajib tahu kekurangan, kelebihan, dan perannya. Minimal bisa menjawab pertanyaan “apa kelebihanmu?”, “apa kekuranganmu?”, dan “mengapa kamu memilih pasanganmu serta apa yang bisa kamu berikan?”
- Memberikan contoh kepada pasangan bagaimana cara bersikap jujur dan komunikatif. Terkadang agak menggelitik memang jika cowok mengeluh kepada cewek yang cuma suka “ngode-ngode”, tapi dia tidak jujur sama dirinya sendiri tentang, “bagaimana perasaanmu?’.
- Mengapresiasi nasehat yang didapatkan dari pasangan. Selain mendapat dukungan, cowok juga harus tahu bagaimana caranya memantik diri sendiri untuk menjadi lebih baik dengan adanya nasehat atau pendapat dari pasangan yang bisa saja menyakitkan atau bersebrangan,
- Sebelum memutuskan untuk menjalani hubungan dengan status, pastikan dalam benakmu kalau kamu tahu apa tanggung jawabmu sebagai seorang lelaki. Jangan sok-sokan memegang tanggung jawab terhadap pasangan jika sama diri sendiri aja masih belum bertanggung jawab.
- Beri ruang terhadap pasanganmu sebesar batas tolerani yang bisa kamu berikan. Belajarlah mengenai sudut pandang cewek, banyak buku-buku yang bisa dibaca untuk mempelajari tentang perbedaan antara lelaki dan perempuan, contohnya “Men Are from Mars, Women Are from Venus” karya John Gray. Belajarlah, kamu cowok, jadilah cowok yang berkualitas agar hubunganmu juga berkualitas.
Masih banyak lagi yang ada di dalam benak saya terkait hubungan (berpasangan) antara lelaki dan perempuan yang sebenarnya ingin saya utarakan.
Namun karena pikiran seperti itu kadang muncul secara acak, saya terkadang kesulitan untuk menuliskannya secara struktural.
Intinya beberapa kunci agar mendapatkan hubungan yang berkualitas di antara lain:
- Mengenal diri sendiri
- Mengenal pasangan
- Menjunjung tinggi kejujuran
- Mengetahui peran
Khusus untuk “menjunjung tinggi kejujuran” ini juga menjadi salah satu penentu sehat atau tidaknya hubungan.
Kerap kali ketika kita sedang PDKT pikiran kita tidak logis.
Yang namanya menawarkan diri terhadap calon pasangan kita hanya menunjukkan kelebihan kita dan berusaha menyembunyikan kekurangan kita.
Padahal itu akan menjadi bumerang ketika status hubungan sudah bukan PDKT lagi. Ekspetasi pasangan terhadap kamu bisa jadi terlalu tinggi, sehingga ketika masalah datang entah itu karena kebosanan atau hal lain, maka dia akan kaget karena perilakumu berbeda jauh dengan apa yang dia lihat pada saat PDKT.
Begitu juga sebaliknya, kerap kali ketika PDKT kita tergesa-gesa dan tidak berani menanyakan kekurangan pasangan karena menganggap itu kurang sopan (padahal ada banyak cara yang elegan untuk mengetahuinya).
Akibatnya apa? ketika sudah menajali hubungan dan terjadi masalah, satu sama lain terkejut dan melihat pasangannya berbeda dari apa yang dia temui saat PDKT (termasuk ekspetasinya).
Padahal ketika ada masalah seperti itulah seseorang akan menjadi dirinya sendiri.
Ujung-ujungnya, mengeluhkan tentang pasangannya ketika sudah berada dalam hubungan dan merasa tersiksa karena mau udahan terlanjur sayang, ga udahan ternyata ga sesuai ekspetasi.
Kalau sudah begitu bagaimana? ya jujur sama diri sendiri, berusaha berpikir logis, berdiskusi, lihat juga apa hal positif yang ada di pasangan (biasanya ketika sedang ada masalah kita gak rasional dan hanya melihat pasangan sebagai pasangan yang buruk),
Kalau semua sudah dipertimbangkan, ya terserah. Sesuaikan dengan kapasitas dan batas toleransi masing-masing. Kalau memang sama-sama gak sanggup, tidak apa-apa untuk selesai dan jadikan pelajaran.
Kalau masih sanggup ya kurangi mengeluh, ikhlas, dan bersyukur karena sejatinya tidak ada manusia yang benar-benar sempurnya.
Saya punya imaji mengenai tips supaya hubungan langgeng sebagai berikut.
- Cari pasangan yang se-level. Silakan terjemahkan sendiri maksudnya.
- Perbesar batas toleransi terhadap kekurangan pasangan.
- Ngaca.
Kamu adalah apa yang kamu lihat dan pikirkan.
Memang, kalau sudah membahas sebuah hubungan kaya gini pasti bisa ngalor ngidul karena saking kompleksnya. Dengan permasalahan yang sama kadang solusinya bisa berbeda antara setiap orang.
Perempuan dan laki-laki saja berbeda, termasuk berdasarkan yang dijabarkan dalam buku Men Are from Mars, Women Are from Venus. Belum lagi perbedaan antara setiap individu yang dibentuk dari banyak faktor (lingkungan, impian, pertemanan, dan lain-lain).
Maka dari itu, kerap kali saya juga mendengar bahwa perasaan “mencintai” itu tak terdefinisikan. Seperti sebuah seni yang hidup sendiri dan bisa dinikmati dengan beragam cara yang berbeda.
Belum lagi, hubungan yang baik-baik saja biasanya cenderung membosankan, Karena manusia akan merasa hidup ketika dia menerima tantangan, mengatasinya, dan lain sebagainya untuk bisa merasakan kebahagiaan dan kesedihan.
Tanpa merasakan kesedihan, kita juga tidak bisa merasakan apa itu kebahagiaan. Tentu, semua yang datar-datar saja itu lebih menghanyutkan kita terhdap perasaan jenuh yang bisa bermuara ke masalah besar.
Meski begitu, bukan berarti kita juga bisa memberikan stigma bahwa masalah dalam hubungan itu hal yang lumrah dan tidak perlu diambil serius. Semua tergantung seperti apa masalahnya dan bagaimana perasaan antara kedunya.
Mungkin cukup sampai sekian tulisan saya yang agak berantakan ini. Saya menulisnya berdasarkan pengalaman pribadi, orang terdekat, dan pengamatan lain-lain.
Semoga hubunganmu, yang membaca ini, langgeng ya. Tentunya juga berkualitas.